BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Blog
Berikut ini adalah langkah-langkah untuk membuat
blog :
1. Langkah pertama adalah
membuka situs Blogger.com
2.
Kemudian lihat di kanan bawah, rubah bahasa
menjadi bahasa indonesia agar lebih mudah
3.
Lalu
masukkan akun Gmail dan password ke kolom yang sudah disediakan, lalu klik
tombol “Masuk”.
4. Isilah data formulir yang
terlampir seperti:
Nama tampilan : isi dengan nama yang akan ditampilkan
pada profile blog.
Jenis Kelamin : pilih jenis kelamin,
misalnya: Pria.
Penerimaan Persyaratan : Ceklis sebagai tanda
setuju dengan peraturan yang telah di tetapkan oleh pihak blogger.
5.
Klik tanda panah bertuliskan “Lanjutkan”.
Kemudian klik "Blog Baru"
6. Selanjutnya isi formulir
data blog pada form yang disediakan seperti:
Judul : Isi dengan judul blog yang diinginkan
Alamat : isi dengan alamat blog yang di
inginkan.
Template : pilih template atau tampilan blog
7.
Lanjutkan
dengan klik tombol “Buat blog!”.
Alamat dan tampilan akhir blog
Seputar-eptik.blogspot.com
2.2 Cybercrime
Sebelum masuk ke dalam pengertian tentang infringement of
privacy, penulis mengajak Anda untuk mengetahui apa itu arti cybercrime. Karena
kegiatan infringement of privacy berkaitan dengan istilah cybercrime.
Apa itu cybercrime? Cybercrime adalah tindakan kriminal yang dilakukan dengan
teknologi computer, khususnya teknologi internet. Cybercrime
didefinisikan sebagai perbuatan melanggar hukum yang memanfaatkan teknologi
computer yang berbasasis pada kecanggihan perkembangan teknologi internet.
Cybercrime merupakan bentik-bentuk kejahatan yang timbul karena
pemanfaatan teknologi internet beberapa pandapat mengasumsikan cybercrime
dengan computer crime.the U.S department of justice memberikan pengertian
computer crime sebagai “any illegal act requiring knowledge of computer
technologi for its perpetration,investigation,or prosecution”. Secara ringkas
dapat dikatakan bahwa cybercrime dapat didefinisikan sebagai perbuatan melawan
hukum yang dilakukan dengan menggunakan internet yang berbasis pada kecanggihan
teknologi, komputer dan telekomunikasi baik untuk memperoleh keuntungan ataupun
tidak, dengan merugikan pihak lain.
2.3 Pengertian Infringement
of Privacy
A. Pengertian Privacy
menurut para ahli
· Kemampuan seseorang untuk
mengatur informasi mengenai dirinya sendiri. [Craig van Slyke dan France Bélanger]
· Hak dari masing-masing individu untuk
menentukan sendiri kapan, bagaimana, dan untuk apa penggunaan informasi
mengenai mereka dalam hal berhubungan dengan individu lain.[Alan Westin]
B. Pengertian Privacy
Kerahasiaan pribadi (Bahasa Inggris:
privacy) adalah kemampuan satu atau sekelompok individu untuk mempertahankan
kehidupan dan urusan personalnya dari publik, atau untuk mengontrol arus
informasi mengenai diri mereka. Privasi kadang dihubungkan dengan anonimitas
walaupun anonimitas terutama lebih dihargai oleh orang yang dikenal publik.
Privasi dapat dianggap sebagai suatu aspek dari keamanan.
Hak pelanggaran privasi oleh pemerintah,
perusahaan, atau individual menjadi bagian di dalam hukum di banyak negara, dan
kadang, konstitusi atau hukum privasi. Hampir semua negara memiliki hukum yang,
dengan berbagai cara, membatasi privasi, sebagai contoh, aturan pajak umumnya
mengharuskan pemberian informasi mengenai pendapatan. Pada beberapa negara, privasi
individu dapat bertentangan dengan aturan kebebasan berbicara, dan beberapa
aturan hukum mengharuskan pemaparan informasi publik yang dapat dianggap
pribadi di negara atau budaya lain.
Privasi dapat secara sukarela dikorbankan,
umumnya demi keuntungan tertentu, dengan risiko hanya menghasilkan sedikit
keuntungan dan dapat disertai bahaya tertentu atau bahkan kerugian. Contohnya
adalah pengorbanan privasi untuk mengikut suatu undian atau kompetisi;
seseorang memberikan detail personalnya (sering untuk kepentingan periklanan)
untuk mendapatkan kesempatan memenangkan suatu hadiah.
Privasi sebagai terminologi tidaklah berasal
dari akar budaya masyarakat Indonesia. Samuel D Warren dan Louis D Brandeis
menulis artikel berjudul "Right to Privacy" di Harvard Law Review
tahun 1890. Mereka seperti hal nya Thomas Cooley di tahun 1888 menggambarkan
"Right to Privacy" sebagai "Right to be Let Alone" atau
secara sederhana dapat diterjemahkan sebagai hak untuk tidak di usik dalam
kehidupan pribadinya. Hak atas Privasi dapat diterjemahkan sebagai hak dari
setiap orang untuk melindungi aspek-aspek pribadi kehidupannya untuk dimasuki
dan dipergunakan oleh orang lain (Donnald M Gillmor, 1990 : 281). Setiap orang
yang merasa privasinya dilanggar memiliki hak untuk mengajukan gugatan yang
dikenal dengan istilah Privacy Tort. Sebagai acuan guna mengetahui
bentuk-bentuk pelanggaran Privasi dapat digunakan catatan dari William Prosser
yang pada tahun 1960 memaparkan hasil penelitiannya terhadap 300 an gugatan
privasi yang terjadi. Pembagian yang dilakukan Proses atas bentuk umum
peristiwa yang sering dijadikan dasar gugatan Privasi yaitu dapat kita
jadikan petunjuk untuk memahami Privasi terkait dengan media.
Privasi merupakan tingkatan interaksi atau keterbukaan yang
dikehendaki seseorang pada suatu kondisi atau situasi tertentu. tingkatan
privasi yang diinginkan itu menyangkut keterbukaan atau ketertutupan, yaitu
adanya keinginan untuk berinteraksi dengan orang lain, atau justru ingin
menghindar atau berusaha supaya sukar dicapai oleh orang lain. adapun definisi
lain dari privasi yaitu sebagai suatu kemampuan untuk mengontrol interaksi,
kemampuan untuk memperoleh pilihan pilihan atau kemampuan untuk mencapai
interaksi seperti yang diinginkan. privasi jangan dipandang hanya sebagai
penarikan diri seseorang secara fisik terhadap pihak pihak lain dalam rangka
menyepi saja.
Teknologi internet ini melahirkan berbagai macam dampak positif
dan dampak negatif. Dampak negatif ini telah memunculkan berbagai kejahatan
maya (cyber crime) yang meresahkan masyarakat Internasional. Kejahatan tersebut
perlu mendapatkan tindakan yang tegas dengan dikeluarkan Undang-Undang terhadap
kejahatan mayantara yaitu dengan dikeluarkan UU no. 11 tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Ekonomi, yang merupakan usaha untuk memberikan
kepastian hukum tentang kerugian akibat cyber crime tersebut. Undang-Undang ini
akibat dari lemahnya penegakan hukum yang digunakan sebelumnya yang mengacu
pada KUHP dan peraturan perundingan lain seperti hak cipta, paten, monopoli,
merek, telekomunikasi dan perlindungan konsumen. Kejahatan Mayantara ini
bersifat transnasional, dan karena kasusnya sudah sedemekian seriusnya,
sehingga selain hukum nasional juga dalam konvensi-konvensi internasional
sehingga perlu kepastian hukum dalam mencegah dan menanggulanginya. Berbagai
upaya digunakan dalam menindak pelaku cyber crime dengan Undang-Undang yang
sesuai dengan kebutuhan perkembangan teknologi informasi di Indonesia.
2.4 Faktor Penyebab Infringements of Privacy
· Kesadaran hukum :
Masayarakat Indonesia sampai saat ini dalam merespon aktivitas cyber
crime masih dirasa kurang. Hal ini disebabkan antara lain oleh
kurangnya pemahaman dan pengetahuan (lack of information)
masyarakat terhadap jenis kejahatan cyber crime. Lack of
information ini menyebabkan upaya penanggulangan cyber crimemengalami
kendala, yaitu kendala yang berkenaan dengan penataan hukum dan proses
pengawasan (controlling) masyarakat terhadap setiap aktivitas
yang diduga berkaitan dengan cyber crime. Mengenai kendala
yakni proses penaatan terhadap hukum, jika masyarakat di Indonesia memiliki
pemahaman yang benar akan tindak pidana cyber crime maka baik
secara langsung maupun tidak langsung masyarakat akan membentuk suatu pola
penataan. Pola penataan ini dapat berdasarkan karena ketakutan akan ancaman
pidana yang dikenakan bila melakukan perbuatan cyber crime atau
pola penaatan ini tumbuh atas kesadaran mereka sendiri sebagai masyarakat
hukum. Melalui pemahaman yang komprehensif mengenai cyber crime,
menimbulkan peran masyarakat dalam upaya pengawasan, ketika masyarakat mengalami lack
of information, peran mereka akan menjadi mandul.
· Faktor Penegak Hukum :
Masih sedikitnya aparat penegak hukum yang memahami seluk beluk
teknologi informasi (internet), sehingga pada saat pelaku tindak pidana
ditangkap, aparat penegak hukum mengalami, kesulitan untuk menemukan alat bukti
yang dapat dipakai menjerat pelaku, terlebih apabila kejahatan yang dilakukan
memiliki sistem pengoperasian yang sangat rumit. Aparat penegak hukum di daerah
pun belum siap dalam mengantisipasi maraknya kejahatan ini karena masih banyak
institusi kepolisian di daerah baik Polres maupun Polsek, belum dilengkapi
dengan jaringan internet. Perlu diketahui, dengan teknologi yang sedemikian
canggih, memungkinkan kejahatan dilakukan disatu daerah.
· Faktor Ketiadaan Undang-undang :
Perubahan-perubahan sosial dan perubahan-perubahan hukum tidak
selalu berlangsung bersama-sama, artinya pada keadaan-keadaan tertentu
perkembangan hukum mungkin tertinggal oleh perkembangan unsur-unsur
lainnya dari masyarakat.Sampai saat ini pemerintah Indonesia belum memiliki
perangkat perundang-undangan yang mengatur tentang cyber crime belum juga
terwujud. Cyber crime memang sulit untuk dinyatakan atau dikategorikan sebagai
tindak pidana karena terbentur oleh asas legalitas. Untuk melakukan upaya
penegakan hukum terhadap pelaku cyber crime, asas ini cenderung membatasi
penegak hukum di Indonesia untuk melakukan penyelidikan ataupun penyidikan guna
mengungkap perbuatan tersebut karena suatu aturan undang-undang yang mengatur
cyber crime belum tersedia. Asas legalitas ini tidak memperbolehkan adanya
suatu analogi untuk menentukan perbuatan pidana. Meskipun penerapan asas
legalitas ini tidak boleh disimpangi, tetapi pada prakteknya asas ini tidak
diterapkan secara tegas atau diperkenankan untuk terdapat pengecualian.
2.5 Landasan Hukum Infringement Of Prifacy
Undang – Undang ITE (Informasi
dan Transaksi Elektronik) Nomor 11 Tahun 2008 Presiden Republik Indonesia Menimbang :
1.
Bahwa pembangunan
nasional adalah salah satu proses yang berkelanjutan yang harus senantiasa
tanggap terhadap berbagai dinamika di masyarakat.
2.
Bahwa globalisasi
informasi telah menempatkan indonesia sebagai bagian dari masyarakat informasi
dan transaksi elektronik di tingkat nasional seentuk hingga pembangunan
teknologi informasi dapat dilakukan secara optimal,merata,dan menyebar ke
seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa.
3.
Bahwa perkembangan dan
kemajuan teknologi informasi yang demikian pesat telah menyebabkan perubahan
kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang secara langsung telah
mempengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru.
4.
Bahwa penggunaan dan
pemanfaatan teknologi informasi harus terus dikembangkan untuk
menjaga,memelihara,dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional berdasarkan
peraturan perundang-undangan demi kepentingan nasional.
5.
Bahwa pemanfaaatn
teknologi informasi berperan penting dalam perdagangan dan pertumbuhan
perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
6.
Bahwa pemerintah perlu
mendukung pengembangan teknologi informasi melalui infrastruktur hukum dan
pengaturanya sehingga pemanfaatan teknologi informasi memperhatikan nilai-nilai
agama dan sosial budaya masyarakat indonesia.
7.
Bahwa berdasrkan
pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,huruf b,huruf c,huruf d,huruf
e,dan huruf f,perlu membentuk undang-undang tentang informasi dan transaksi
elektronik.
Dan akhirnya Presiden republik Indonesia dan Dewan
Perwakilan Rakyat telah memutuskan menetapkan ,Undang-undang tentang
informasi transaksi elektronik:
· Bab I, tentang Ketentuan Umum
· Bab II, tentang Asas dan Tujuan
· Bab III, tentang informasi,dokumen,dan tanda
tangan elektronik
· Bab IV, tentang penyelenggaran dan sertifikasi
elektronik dan sistem elektronik
· Bab V, tentang transaksi elektronik
· Bab VI, tentang domain hak kekayaan
intelektual,dan perlindungan hak pribadi
· Bab VII, tentang perbuatan yang dilarang
· Bab VIII, tentang penyelesain sengketa
· Bab IX, tentang peran pemerintah dan
masyarakat
· Bab X, tentang penyidikan
· Bab XI, tentang ketentuan pidana
· Bab XII, tentang ketentuan peralihan
· Bab XIII, tentang ketentuan penutup
Atau UU ITE pasl 27 ayat 3 yang berbunyi sebagai berikut
:
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/ atau membuat dapat diaksesnya
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik. Sanksi pelanggaran pasal disebutkan
pada Pasal 45 ayat 1 adalah :Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/ atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
Seperti halnya porno dan tidak porno, maka
merasa terhina atau tidak terhina juga berada dalam domain yang sama yaitu
subjektifitas. Tiap orang tentunya akan berbeda-beda merasakannya. Tergantung
apakah orang tersebut pendendam atau pemaaf, dan penerima kritik atau
antikritik. Pasal penghinaan atau pencemaran nama baik bisa dikatakan pasal
karet, pasal yang dapat ditarik-tarik seenaknya. Orang hukum mungkin
mengatakannya sebagai hal yang tidak memiliki kepastian hukum. Belum lagi pasal
ini ternyata juga sudah dibahas dalam undang-undang yang lain yaitu KUHP Pasal
311. Saling tindih suatu aturan yang sama membuat UU menjadi tidak efisien.
Semoga saja ini bukan karena para pembuatnya memiliki OCD (Obsessive Compulsive
Disorder). Lalu masalah hukuman yang begitu berat yaitu 1 milyar rupiah. Apa
dasarnya? Mungkin bagi orang kaya, 1 M itu bisa dibayar. Tapi buat 15,42 %
(Data BPS, Maret 2008) orang miskin di Indonesia, belum lagi ditambah orang
tingkat ekonomi menengah kebawah.Uang 1 milyar itu sangatlah tidak terjangkau.
Apa mungkin pesan implisit dari Pasal 27 ayat 3 UU-ITE ini adalah orang miskin
dilarang menghina dan mengkritik di internet? Baiklah, Saya masih miskin saat
ini. Saya tidak punya uang 1 milyar untuk menebus harga diri seseorang/sesuatu
yang merasa dicemarkan dalam tulisan-tulisan saya. Saya juga tidak cukup punya
waktu untuk kehilangan 6 tahun dipenjara karena unfinished tasks saya sudah
sangat banyak. Namun apa mau dikata, UU-ITE telah ditetapkan bahkan Majelis
Hakim Mahkamah Konstitusi menolak pengujian pasal 27 ayat 3 UU ITE. Sekali lagi
orang miskin (yang tak punya 1 milyar) mungkin tinggal menunggu belas kasihan
sistem keadilan yang berpihak pada para penguasa uang.
Sedangkan di Negara lain misalkan di
Amerika Serikat yaitu RUU SOPA dan PIPA.SOPA adalah singkatan Stop Online
Piracy Act. Yaitu rancangan undang-undang penghentian pembajakan online. RUU
ini diusulkan pertamakali oleh Kongres ke Gedung Parlemen pada 26 Oktober 2011.
Dengan UU SOPA, penegak hukum di AS dapat lebih leluasa bertindak kegiatan
online yang dianggap illegal.
PIPA adalah singkatan dari Protect
Intellectual Property Act atau RUU Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. RUU
PIPA bertama kali diusulkan pada 12 Mei 2011 oleh Senator Patrick Leahy. RUU
tersebut berisi definisi tentang pelanggaran yang disebabkan oleh
pendistribusian salinan palsu atauillegal copies dan barang palsu.
2.6 Contoh Kasus
Infringement of Privacy
Mengirim dan mendistribusikan dokumen yang bersifat pornografi,
menghina, mencemarkan nama baik, dll. Contohnya pernah terjadi pada Prita
Mulyasari yang menurut pihak tertentu telah mencemarkan nama baik karena surat
elektronik yang dibuat olehnya.
· Melakukan penyadapan informasi. seperti
halnya menyadap transmisi data orang lain.
· Melakukan penggadaan tanpa ijin pihak yang
berwenang. Bisa juga disebut dengan hijacking. Hijackingmerupakan
kejahatan melakukan pembajakan hasil karya orang lain. Contoh yang sering
terjadi yaitu pembajakan perangkat lunak (Software Piracy).
· Melakukan pembobolan secara sengaja ke
dalam sistem komputer. Hal ini juga dikenal dengan istilah Unauthorized
Access. Atau bisa juga diartikan sebagai kejahatan yang terjadi ketika
seseorang memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara
tidak sah, tanpa izin, atau tanpa sepengetahuan pemilik sistem jaringan komputer
yang dimasukinya. Jelas itu sangat melanggar privasi pihak yang berkepentingan
(pemilik sistem jaringan komputer). Contoh kejahatan ini
adalah probing dan port.
· Memanipulasi, mengubah atau menghilangkan
informasi yang sebenarnya. Misalnya data forgery atau kejahatan
yang dilakukan dengan tujuan memalsukan data pada dokumen-dokumen penting yang
ada di internet. Dokumen-dokumen ini biasanya dimiliki oleh institusi atau
lembaga yang memiliki situs berbasis web database. Contoh lainnya adalah Cyber
Espionage, Sabotage, dan Extortion. Cyber
Espionage merupakan kejahatan yang memanfaatkan jaringan internet untuk
melakukan kegiatan mata-mata terhadap pihak lain dengan memasuki sistem
jaringan komputernya. Sabotage dan Extortion merupakan
jenis kejahatan yang dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau
penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan
komputer yang terhubung dengan internet.
Google telah didenda
22.5 juta dolar Amerika karena melanggar privacy jutaan orang yang menggunakan
web browser milik Apple, Safari. Denda atas Google kecil saja dibandingkan
dengan pendapatannya di kwartal kedua. (Credit: Reuters) Denda itu, yang
diumumkan oleh Komisi Perdagangan Federal Amerika Serikat (FTC), adalah yang
terbesar yang pernah dikenakan atas sebuah perusahaan yang melanggar
persetujuan sebelumnya dengan komisi tersebut. Oktober lalu Google
menandatangani sebuah persetujuan yang mencakup janji untuk tidak menyesatkan
konsumen tentang praktik-praktik privacy. Tapi Google dituduh menggunakan
cookies untuk secara rahasia melacak kebiasaan dari jutaan orang yang
menggunakan Safari internet browser milik Apple di iPhone dan iPads. Google
mengatakan, pelacakan itu tidak disengaja dan Google tidak mengambil informasi
pribadi seperti nama, alamat atau data kartu kredit.
Google
sudah setuju untuk membayar denda tadi, yang merupakan penalti terbesar yang
pernah dijatuhkan atas sebuah perusahaan yang melanggar instruksi
FTC.
Contoh kasus diatas sangat mungkin untuk
terjadi pula di pertelevisian Indonesia. Momentum pelanggaran Privasi dapat
berlangsung pada proses peliputan berita dan dapat pula terjadi pada
penyebarluasan (broadcasting) nya.Dalam proses peliputan, seorang objek berita
dapat saja merasakan derita akibat tindakan reporter yang secara berlebihan
mengganggu wilayah pribadi nya. Kegigihan seorang reporter mengejar berita bisa
mengakibatkan terlewatinya batas-batas kebebasan gerak dan kenyamanan pribadi
yang sepatutnya tidak di usik. Beberapa cuplikan infotainment menggambarkan
pernyataan-pernyataan cerdas dari beberapa selebriti kita tentang haknya untuk
melindungi kehidupan pribadinya. Dalam menentukan batas-batas Privasi dimaksud
memang tidak terdapat garis hukum yang tegas sehingga masih bergantung pada
subjektifitas pihak-pihak yang terlibat. Dalam proses penyebarluasan
(penyiaran), pelanggaran Privasi dalam bentuk fakta memalukan (embarrassing
fact) anggapan keliru (false light) lebih besar kemungkinannya untuk terjadi.
Terlanggar atau tidaknya Privasi tentunya bergantung pada perasaan subjektif si
objek berita. Subjektifitas inilah mungkin yang mendasari terjadinya perbedaan
sikap antara PARFI dan PARSI yang diungkap diatas dimana disatu pihak merasa
prihatin dan dipihak lain merasa berterimakasih atas pemberitaan-pemberitaan
infotainment. sebagai contoh :
· Pelanggaran terhadap privasi Tora sudiro, hal
ini terjadi Karena wartawan mendatangi rumahnya tanpa izin dari Tora.
· Pelanggaran terhadap privasi Aburizal bakrie,
hal ini terjadi karena publikasi yang mengelirukan pandangan orang banyak
terhadap dirinya.
· Pelanggaran terhadap privasi Andy Soraya dan
bunga citra lestari, hal ini terjadi karena penyebaran foto mereka dalam
tampilan vulgar kepada publik.